Program “bacasastra” yang menjadi satu diantara rangkaian Bazaar Art Singkawang 2021 “Mindful” mengajak publik khususnya generasi muda di Singkawang untuk membaca sastra. Dari membaca inilah kita dapat mengembangkan penciptaan puisi, novel, dan karya sastra lainnya.
“bacasastra” diprogram pada bulan Juli, namun karena saat itu Singkawang menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), barulah pada bulan Agustus dapat digelar.
Sastra pernah menjadi “idola” generasi muda Singkawang pada era 90’an ketika radio swasta memiliki program membaca sastra. Waktu itu ketika karya puisi atau cerpen dibacakan di radio menjadi suatu kebanggaan tersendiri. Namun ketika situasi dan zaman berubah, program membaca sastra ini pelan-pelan lenyap.
Saat ini Singkawang masih miskin buku sastra bila dibandingkan dengan kota-kota lain di Kalimantan Barat. Terutama kota Pontianak yang menjadi muara ekspresi bagi para seniman.
Soal penciptaan karya kita dapat melihat kesungguhan Kakanda Redi, penulis asal Pontianak, dalam dunia sastra ini. Redi telah menerbitkan 8 kumpulan cerita pendek. Tidak hanya itu, dari pengalaman ini pun, Redi mengaku beberapa cerpennya telah dibajak. Tapi tak membuatnya patah semangat untuk terus menciptakan buku sastra berkualitas di Kalimantan Barat.
Di Singkawang pula, kita dapat menyebut Prima Aditya yang telah menerbitkan buku puisi yang disandingkan dengan karya fotografi. Buku ini pernah dibincangkan bersama komunitas Singkawang Membaca di Perpustakaan Daerah Singkawang. Puisi Prima, tercipta dari karya-karya fotografinya.
Berikutnya adalah novel “Danum” karya Abroorza A. Yusra.
Penulis asal Singkawang yang kerap melakukan penelitian lingkungan ini, menghabiskan waktu 8 tahun untuk menyelesaikan novel. Karya Abroorza memang berasal dari penelitian di masyarakat adat dan lingkungan di pedalaman Kalimantan Barat. Ia juga pernah menuliskan sejarah Masjid Raya Singkawang.
Beberapa sastrawan asal Singkawang yang masih aktif hingga kini namun berada di luar diantaranya Pradono dan Hanna Fransiska. Kedua sastrawan menjadi “cantolan” tradisi sastra di Singkawang era 90’an hingga saat ini.
Semoga program bacasastra dapat berjalan terus dengan memulai membacakan karya-karya sastra.



View this post on Instagram